A. METODE BIOKIMIA PENYAKIT GIZI
Biokimia
yaitu penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode biokimia digunakan untuk suatu
peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali
dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
Metode
ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi. Banyak gejala klinis yang kurang
spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong
untuk menentukan kekurangan gizi yang
lebih spesifik. Ada beberapa indikator
laboratorium untuk menentukan status besi yaitu: hemoglobin, hematokrit,
besi serum, ferittin serum (Sf),
transferin saturation (TS), free erytrosytes
prothophopyrin (FEP) (Supariasa, 2002). Didalam darah ada 3 faktor
praksi protein, yaitu: albumin, globulin, fibrinogen. Pemeriksaan biokimia
terhadap status protein dibagi dalam 2 bagian yaitu: somatic protein (terdapat di otot skeletal) dan visceral protein (terdapat di dalam organ tubuh seperti hati,
ginjal, pancreas, jantung, dll).
Beberapa
metode biokimia penyakit gizi sebagai berikut:
1.
KEP
(Kekurangan Energi Protein)
Kurang
energi protein adalah seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari - hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan
menurut umur (BB/U) baku WHO – NCHS. KEP
merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas
terutama pada balita.
Analisis biokimia yang berkaitan
dengan KEP yaitu menyangkut nilai protein tertentu dalam darah atau hasil metabolit
dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama urin. Jenis
protein yang menggambarkan status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum
protein dan serum Albumin.
Tabel 1.1. Nilai Prealbumin dalam
kaitannya dengan Status Gizi
Status
gizi
|
Nilai
prealbumin µg/dl
|
Baik*)
Gizi sedang*)
Gizi kurang*) Marasmus**)
Gizi buruk*) Marasmus Kwashiorkor*)
|
23.8 +/-0.9
16.5 +/- 0.8
12.4 +/- 1.0
7.6 +/- 0.6
3.3 +/- 0.2
3.2 +/- 0.4
|
Keterangan :
*) Menurut klasifikasi Waterlow
**) Menurut klasifikasi Welcome
Tabel 1.2. Batasan dan Interpretasi
Kadar Serum Protein dan Serum Albumin
No
|
Senyawa
& satuan
|
Umur
(tahun)
|
Kriteria
|
||
Kurang
|
Margin
|
Cukup
|
|||
1
|
Serum Albumin (gr/100 ml)
|
< 1
1 – 5
6 – 16
16+
Wanita hamil
|
-
-
-
<2.8
<3.0
|
<2.8
<3.0
<3.5
2.8-3.4
3.0-3.4
|
2.5+
3.0+
3.5+
3.5+
3.5+
|
2
|
Serum Protein (gr/100 ml)
|
< 1
1 – 5
6 – 16
16+
Wanita hamil
|
-
-
-
6.0
5.5
|
<5.0
<5.5
<6.0
6.0-6.4
5.5-5.9
|
5.0+
5.5+
6.0+
6.5+
6.0+
|
2.
KVA
(Kurang Vitamin A)
Kekurangan
vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi anak kecil,
diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia dan
dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh
yang lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini
menjadi nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja
hingga masuk ke usia dewasa.
Meskipun
konsekuensi kesehatan dari KVA tidak digambarkan dengan baik di atas anak usia
dini, namun data terakhir menunjukkan bahwa KVA pada wanita usia reproduksi
dapat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian selama kehamilan dan periode awal postpartum. KVA yang
berat pada maternal juga memberikan kerugian bagi anak baru lahir karena dapat
akibatkan peningkatan kematian dibulan pertama kehidupan. Sebagai konsekuensi
dari meningkatnya pemahaman tentang KVA
maka sangat penting bahwa beban kesehatanyang dihasilkan dikuantifikasi setepat mungkin, sebagai dasar tindakan dan pemantauan sertaevaluasi program pencegahan selanjutnya.
KVA
pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP)
atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi
mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang
infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan
infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat
juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena
kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik. Gangguan
penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang
terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan akan menyebabkan
anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana keluarga
tidak mampu memberikan makan yang cukup. Sampai saat ini masalah KVA di
Indonesia masih membutuhkan perhatian yang serius.
Table
2.1. Penentuan Masalah Kesehatan Masyarakat (KVA)
Indikator yang digunakan
|
Batas Prevalensi
|
Plasma Vitamin A >= 10 µg/dl
Liver Vitammin A >= 5 µg/dl
|
>=5%
>=5%
|
3.
GAKY
Gangguan akibat kekurangan yodium
(iodine deficiency disorder) adalah gangguan tubuh yang disebabkan oleh
kekurangan yodium sehingga tubuh tidak dapat menghasilkan hormon tiroid.
Kekurangan hormon tiroid mengakibatkan timbul gondok, hipotiroid, kretin,
gangguan reproduksi, kematian bayi dan keterbelakangan mental. Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKI) adalah sekumpulan
gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium
secara terus – menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan
dan perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan).
Defisiensi yodium merupakan penyebab
dominan gondok endemik yang diklasifikasikan menurut ekskresi yodium dalam urin
(µg/gr kreatinin), antara lain :
a.
Tahap
1 : gondok endemik dengan rata-rata >50 µg/gram kreatinin dalam urin. Pada
keadaan ini suplai hormon tyroid cukup untuk perkembangan fisik dan mental yang
normal.
b.
Tahap
2 : gondok endemik dengan rata-rata 25-50 µg/gram kreatinin dalam urin. Pada
kondisi ini sekresi hormon tyroid boleh jadi tidak cukup, sehingga menanggung
resiko hypotyroidisme, tetapi tidak sampai ke kreatinisme.
c.
Tahap
3 : gondok endemik dengan rata-rata ekskresi yodium dalam urin kurang dari 25
mg/gram kreatinin. Pada kondisi ini populasi memiliki resiko menderita
kreatinisme.
4.
AGB
(Anemia Gizi Besi)
Anemia gizi adalah suatu keadaan
dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk
setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Prevalensi anemia paling tinggi pada
ibu hamil (70%) dan pekerja berpenghasilan rendah (40%). Pada anak sekolah
sekitar 30% dan pada anak balita sekitar 40%.
Tabel 4.1. Batasan Hemoglobin Darah
Kelompok
|
Batas nilai Hb
|
Bayi / balita
Usia sekolah
Ibu hamil
Pria dewasa
Wanita dewasa
|
11 g/dl
12 g/dl
11 g/dl
13 g/dl
12 g/dl
|
Tabel 4.2. Batasan Anemia (Menurut Depkes)
Kelompok
|
Batas Normal
|
Anak balita
Anak Usia sekolah
Wanita dewasa
Laki-laki dewasa
Ibu hamil
Ibu menyusui > 3 bulan
|
11 gram %
12 gram %
12 gram %
13 gram %
11 gram %
12 ram %
|
5.
OBESITAS
Obesitas
atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda bagi setiap orang.
Terkadang kita sering dibuat bingung dengan pengertian obesitas dan overweight, padahal kedua
istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Obesitas adalah suatu
kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing- masing melebihi 20% dan
25% dari berat tubuh dan dapat membahayakan kesehatan.
Beberapa
faktor utama penyebab kegemukan dan obesitas adalah genetik, fisiologis,
makanan, dan perilaku (gaya hidup). Dua faktor terakhir dapat dimodifikasi
untuk menurunkan berat tubuh. Kenaikan berat badan akibat
konsumsi lemak berlebihan akan berdampak buruk bagi tekanan darah. Mereka
menjadi lebih rentan terhadap masalah hipertensi. Selanjutnya hipertensi dan
kegemukan ini dua-duanya menjadi penyumbang faktor resiko munculnya penyakit
jantung koroner (PJK).
Secara biokimia, penentuan lemak
dalam tubuh :
Menggunakan Bio – Impedance
analisis (BIA) untuk mengukur prevalensi massa lemak / FM (%) dan
massa lemak bebas/ FFM (kg), biasanya digunakan di negara maju.
Di negara maju,
penentuan lemak dalam tubuh dilakukan denganmenggunakan Bio – Impedance
analisis (BIA) untuk mengukur prevalensi massa lemak / FM (%) dan massa lemak bebas/ FFM (kg).
Berikut adalah cara mengukurnya:
|
||||
|
|
|
Keterangan:
Z50 : Start pengukuran dengan
Bio-impedance meter pada 50KHz
H : tinggi (m)
W : Berat badan (kg)
Sex : laki – laki =1, wanita = 0
D : faktor Durenberg
B.
KEUNGGULAN
DAN KELEMAHAN PEMERIKSAAN BIOKIMIA
1.
Keunggulan
Pemeriksaan biokimia bila dibandingkan dengan pemeriksaan
lain dalam penentuan status gizi memiliki keunggulan-keunggulan antara lain :
a. Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi
lebih dini
b. Hasil dari pemeriksaan biokimia
lebih obyektif, hal ini karena menggunakan peralatan yang selalu ditera dan
pada pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga ahli
c. Dapat menunjang hasil pemeriksaan
metode lain dalam penilaian status gizi
2. Kelemahan
Selain memiliki keunggulan,
pemeriksaan biokimia juga memiliki kelemahan, diantaranya :
a. Pemeriksaan biokimia hanya bisa
dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme.
b. Membutuhkan biaya yang
cukup mahal.
c. Dalam melakukan pemeriksaan
diperlukan tenaga ahli.
d. Kurang praktis dilakukan dilapangan,
hal ini karena pada umumnya pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan yang
tidak mudah dibawa kemana-mana.
e. Pada pemeriksaan tertentu spesimen
sulit untuk diperoleh, misalnya penderita tidak bersedia diambil darahnya.
f. Membutuhkan peralatan dan bahan yang
lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
g. Belum ada keseragaman dalam memilih
reference (nilai normal). Pada beberapa reference nilai normal tidak selalu
dikelompokkan menurut nkelompok umur yang lebih rinci.
h. Dalam beberapa penentuan pemeriksaan
laboratorium memerlukan peralatan laboratorium yang hanya terdapat
dilaboratorium pusat, sehingga didaerah tidak dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Supariasa,
I Dewa Nyoman, Bakri, Bachyar, Fajar, Ibnu. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
__________,
eprints.uny.ac.id/7718/3/BAB%202%20-%2008603141021.pdf –
Diakses pada 15 Oktober 2013
__________,lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122525-S%205254-Faktor...pdf – Diakses
pada 15 Oktober 2013
__________,lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126104-S-5830-Kejadian%20KEP...pdf
Diakses pada 15 Oktober 2013
__________,http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/download/2154/1127.
Diakses pada 15 Oktober 2013
__________,http://merumerume.wordpress.com/2010/01/09/pemeriksaan-biokimia-gizi/.
Diakses pada 15 Oktober 2013
Meawati, Tita. 2013. Kekurangan vitamin
A. http://titamenawati.blogspot.com/2013/08/kekurangan-vitamin-kva_26.html. Diakses
pada 16 Oktober 2013
Hasanah. 2009. Penilaian Status Gizi secara Biokimia. http://hasanah619.wordpress.com/2009/12/26/penilaian-status-gizi-secara-biokimia/
Diakses pada 16 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar