Kamis, 12 Juni 2014

Gizi Kesehatan

A.    METODE BIOKIMIA PENYAKIT GIZI
Biokimia yaitu penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode biokimia digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan  terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang  spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk  menentukan kekurangan gizi yang lebih spesifik. Ada beberapa indikator  laboratorium untuk menentukan status besi yaitu: hemoglobin, hematokrit, besi  serum, ferittin serum (Sf), transferin saturation (TS), free erytrosytes  prothophopyrin (FEP) (Supariasa, 2002). Didalam darah ada 3 faktor praksi protein, yaitu: albumin, globulin, fibrinogen. Pemeriksaan biokimia terhadap status protein dibagi dalam 2 bagian yaitu:  somatic protein  (terdapat di otot skeletal) dan  visceral protein  (terdapat di dalam organ tubuh seperti hati, ginjal, pancreas, jantung, dll).
Beberapa metode biokimia penyakit gizi sebagai berikut:
1.      KEP (Kekurangan Energi Protein)
Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari  - hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO  – NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. 
Analisis biokimia yang berkaitan dengan KEP yaitu menyangkut nilai protein tertentu dalam darah atau hasil metabolit dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama urin. Jenis protein yang menggambarkan status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum protein dan serum Albumin.
Tabel 1.1. Nilai Prealbumin dalam kaitannya dengan Status Gizi
Status gizi
Nilai prealbumin µg/dl
Baik*)
Gizi sedang*)
Gizi kurang*)   Marasmus**)
Gizi buruk*)   Marasmus Kwashiorkor*)
  •                    **) 
  •  Kwashiorkor**)
23.8 +/-0.9
16.5 +/- 0.8
12.4 +/- 1.0
7.6 +/- 0.6
3.3 +/- 0.2
3.2 +/- 0.4
Keterangan :
*) Menurut klasifikasi Waterlow
**) Menurut klasifikasi Welcome

Tabel 1.2. Batasan dan Interpretasi Kadar Serum Protein dan Serum Albumin
No
Senyawa & satuan
Umur (tahun)
Kriteria
Kurang
Margin
Cukup
1
Serum Albumin (gr/100 ml)
< 1
1 – 5
6 – 16
16+
Wanita hamil
-
-
-
<2.8
<3.0
<2.8
<3.0
<3.5
2.8-3.4
3.0-3.4
2.5+
3.0+
3.5+
3.5+
3.5+
2
Serum Protein (gr/100 ml)
< 1
1 – 5
6 – 16
16+
Wanita hamil
-
-
-
6.0
5.5
<5.0
<5.5
<6.0
6.0-6.4
5.5-5.9
5.0+
5.5+
6.0+
6.5+
6.0+

2.      KVA (Kurang Vitamin A)
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi anak kecil, diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia dan dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh yang lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja hingga masuk ke usia dewasa.
Meskipun konsekuensi kesehatan dari KVA tidak digambarkan dengan baik di atas anak usia dini, namun data terakhir menunjukkan bahwa KVA pada wanita usia reproduksi dapat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian selama kehamilan dan  periode awal postpartum. KVA yang berat pada maternal juga memberikan kerugian bagi anak baru lahir karena dapat akibatkan peningkatan kematian dibulan pertama kehidupan. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya pemahaman tentang  KVA maka sangat penting bahwa beban kesehatanyang dihasilkan dikuantifikasi setepat mungkin, sebagai dasar tindakan dan pemantauan sertaevaluasi program pencegahan selanjutnya. 
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG)  yang berkepanjangan akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian yang serius.

Table 2.1. Penentuan Masalah Kesehatan Masyarakat (KVA)
Indikator yang digunakan
Batas Prevalensi
Plasma Vitamin A >= 10 µg/dl
Liver Vitammin A >= 5 µg/dl
>=5%
>=5%

3.      GAKY
Gangguan akibat kekurangan yodium (iodine deficiency disorder) adalah gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan yodium sehingga tubuh tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Kekurangan hormon tiroid mengakibatkan timbul gondok, hipotiroid, kretin, gangguan reproduksi, kematian bayi dan keterbelakangan mental. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI) adalah sekumpulan  gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus – menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan).
Defisiensi yodium merupakan penyebab dominan gondok endemik yang diklasifikasikan menurut ekskresi yodium dalam urin (µg/gr kreatinin), antara lain :
a.       Tahap 1 : gondok endemik dengan rata-rata >50 µg/gram kreatinin dalam urin. Pada keadaan ini suplai hormon tyroid cukup untuk perkembangan fisik dan mental yang normal.
b.      Tahap 2 : gondok endemik dengan rata-rata 25-50 µg/gram kreatinin dalam urin. Pada kondisi ini sekresi hormon tyroid boleh jadi tidak cukup, sehingga menanggung resiko hypotyroidisme, tetapi tidak sampai ke kreatinisme.
c.       Tahap 3 : gondok endemik dengan rata-rata ekskresi yodium dalam urin kurang dari 25 mg/gram kreatinin. Pada kondisi ini populasi memiliki resiko menderita kreatinisme.

4.      AGB (Anemia Gizi Besi)
Anemia gizi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Prevalensi anemia paling tinggi pada ibu hamil (70%) dan pekerja berpenghasilan rendah (40%). Pada anak sekolah sekitar 30% dan pada anak balita sekitar 40%.
Tabel 4.1. Batasan Hemoglobin Darah
Kelompok
Batas nilai Hb
Bayi / balita
Usia sekolah
Ibu hamil
Pria dewasa
Wanita dewasa
11 g/dl
12 g/dl
11 g/dl
13 g/dl
12 g/dl

Tabel 4.2.  Batasan Anemia (Menurut Depkes)
Kelompok
Batas Normal
Anak balita
Anak Usia sekolah
Wanita dewasa
Laki-laki dewasa
Ibu hamil
Ibu menyusui > 3 bulan
11  gram %
12  gram %
12 gram %
13  gram %
11 gram %
12    ram %

5.      OBESITAS
Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda bagi setiap orang. Terkadang kita sering dibuat bingung dengan pengertian obesitas dan overweight, padahal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Obesitas adalah suatu kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing- masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh dan dapat membahayakan kesehatan.
Beberapa faktor utama penyebab kegemukan dan obesitas adalah genetik, fisiologis, makanan, dan perilaku (gaya hidup). Dua faktor terakhir dapat dimodifikasi untuk menurunkan berat tubuh. Kenaikan berat badan akibat konsumsi lemak berlebihan akan berdampak buruk bagi tekanan darah. Mereka menjadi lebih rentan terhadap masalah hipertensi. Selanjutnya hipertensi dan kegemukan ini dua-duanya menjadi penyumbang faktor resiko munculnya penyakit jantung koroner (PJK).
Secara biokimia, penentuan lemak dalam tubuh :
Menggunakan Bio – Impedance analisis (BIA) untuk mengukur prevalensi massa lemak / FM (%) dan massa lemak bebas/ FFM (kg), biasanya digunakan di negara maju.
Di negara maju, penentuan lemak dalam tubuh dilakukan denganmenggunakan Bio – Impedance analisis (BIA) untuk mengukur prevalensi massa lemak / FM (%) dan massa lemak bebas/ FFM (kg). Berikut adalah cara mengukurnya:
Segal (S) menggunakn BIA, memvalidasi pada populasi kulit putih dan hitam :
FFMs = {3.43+(0.45xH2/Z100)+0.14xW}/0.74
Kemudian Desport merumuskan :
FM (%) = 100 X ( 4.95/ D-4.5 )
Zillikens (Z) menghitung FFM dengan acuan tinggi dan berat badan :
FFMz (kg) = {3.751+ (0.59xH2/Z50)}/0.74

Druenberg (D), membedakan berdasarkan sex/kelamin :
FFMo =3.9 + (0.672 x H2/Z50) + ( 3.1 x sex )
Keterangan:
Z50 : Start pengukuran dengan Bio-impedance meter pada 50KHz
H : tinggi (m)
W : Berat badan (kg)
Sex : laki – laki =1, wanita = 0
D : faktor Durenberg
B.       KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PEMERIKSAAN BIOKIMIA
1.         Keunggulan
Pemeriksaan biokimia bila dibandingkan dengan pemeriksaan lain dalam penentuan status gizi memiliki keunggulan-keunggulan antara lain :
a.       Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini
b.      Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih obyektif, hal ini karena menggunakan peralatan yang selalu ditera dan pada pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga ahli
c.       Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian status gizi
2.      Kelemahan
Selain memiliki keunggulan, pemeriksaan biokimia juga memiliki kelemahan, diantaranya :
a.       Pemeriksaan biokimia hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme.
b.      Membutuhkan biaya yang   cukup mahal.
c.       Dalam melakukan pemeriksaan diperlukan tenaga ahli.
d.      Kurang praktis dilakukan dilapangan, hal ini karena pada umumnya pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan yang tidak mudah dibawa kemana-mana.
e.       Pada pemeriksaan tertentu spesimen sulit untuk diperoleh, misalnya penderita tidak bersedia diambil darahnya.
f.       Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
g.      Belum ada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal). Pada beberapa reference nilai normal tidak selalu dikelompokkan menurut nkelompok umur yang lebih rinci.
h.      Dalam beberapa penentuan pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan laboratorium yang hanya terdapat dilaboratorium pusat, sehingga didaerah tidak dapat dilakukan.






DAFTAR PUSTAKA
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bakri, Bachyar, Fajar, Ibnu. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
__________, eprints.uny.ac.id/7718/3/BAB%202%20-%2008603141021.pdf  Diakses pada 15 Oktober 2013
__________,lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122525-S%205254-Faktor...pdf  Diakses pada 15 Oktober 2013
__________,lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126104-S-5830-Kejadian%20KEP...pdf Diakses pada 15 Oktober 2013
__________,core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/12345200 - Cache. Diakses pada 15 Oktober 2013
Meawati, Tita. 2013. Kekurangan vitamin A. http://titamenawati.blogspot.com/2013/08/kekurangan-vitamin-kva_26.html. Diakses pada 16 Oktober 2013
Hasanah. 2009. Penilaian Status Gizi secara Biokimia. http://hasanah619.wordpress.com/2009/12/26/penilaian-status-gizi-secara-biokimia/ Diakses pada 16 Oktober 2013

Yunita. 2012. Obesitas. http://yunita3504.wordpress.com/obesitas/. Diakses pada 16 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar